KESELAMATAN HANYA KARENA IMAN


   Kitab Suci mengajarkan keselamatan hanya karena iman. Ini berlaku dalam Perjanjian Lama (setelah kejatuhan Adam) maupun dalam Perjanjian Baru.

 PERJANJIAN LAMA:

Kej 15:6 – “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran”.

 Hab 2:4 – “Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya”.

 PERJANJIAN BARU.

Ef 2:8-9 – “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

 Gal 2:16 – “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: ‘tidak ada seorangpun yang dibenarkan’ oleh karena melakukan hukum Taurat”.

 Roma 3:24,27-28 – “dan oleh kasih karunia Allah telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. … Jika demikian, apa dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”.

 Roma 9:30-32 – “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah memperoleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan”.

Fil 3:7-9 – “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranKu sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan”.

 Text Kitab Suci lain yang bisa dibaca: Gal 3:6-11  Kis 15:1-21.

 Ada 2 hal penting yang ingin saya tambahkan dalam persoalan ini:

  Manusia tidak bisa diselamatkan karena perbuatan baik. Mengapa?

   Karena manusia tidak bisa baik.

   Kita sering memutuskan untuk berubah menjadi baik, tetapi gagal. Misalnya saya dulu malas, dan sering berjanji untuk menjadi rajin, tetapi terus malas.

 Disamping itu, kalaupun dalam hal tertentu kita bisa berubah menjadi baik, tetapi:

 Kebaikan itu cuma kebaikan lahiriah, namun hati / pikiran kita tetap kotor / berdosa. Misalnya: tidak berzinah tetapi melakukan pikiran cabul. Pergi berbakti / berdoa tetapi pikirannya ngelantur.

kebaikan itu ada pamrihnya. Misalnya: menolong orang miskin supaya dirinya masuk surga. Ini adalah kebaikan yang bersifat egois, dan pada dasarnya bukanlah suatu kebaikan.

   Kita tidak baik dalam banyak hal yang lain. Misalnya: bisa jujur, tetapi sering sombong; atau bisa sabar tetapi sering munafik / berdusta, dan sebagainya.

 Bdk. Yes 64:6 yang menyatakan bahwa ‘segala kesalehan kita seperti kain kotor’.

   Kalaupun manusia bisa baik, bagaimana dengan dosa-dosanya pada masa yang lalu? Perbuatan baik tidak bisa menghapuskan dosa (Gal 2:16,21).

Gal 2:16a – “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus”.

 Gal 2:21b – “… sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.

 Illustrasi:

   Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu setelahnya harus menghadap ke pengadilan.   

   Dalam waktu satu minggu itu ia lalu banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini saksi-saksinya’.

   Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!

 Juga kita perlu ingat bahwa Allah tidak bisa bermurah hati / mengampuni seseorang begitu saja.

 Pikirkan hal ini: kalau saudara salah jalan, lalu seorang polisi menghentikan saudara. Saudara lalu minta maaf, dan polisi itu lalu melepaskan saudara begitu saja. Apakah polisi itu baik? Kalau saudara berkata ‘ya’, maka saya bertanya lagi: bagaimana kalau ada pencopet tertangkap oleh polisi itu, dan lalu dilepaskan begitu saja karena ia minta maaf? Bagaimana kalau perampok, pembunuh, pemerkosa, dsb, semua dilepaskan begitu saja? Jelas bahwa polisi yang melepaskan begitu saja para pelanggar hukum itu, bukanlah polisi yang baik!

 Demikian juga kalau Allah mengampuni begitu saja orang-orang berdosa, Ia juga bukan Allah yang baik, dan jelas bahwa Ia adalah Allah yang tidak adil. Allah yang adil harus menjatuhkan hukuman pada saat melihat dosa. Hukuman bisa ditunda, tetapi harus tetap dijatuhkan.

 Allah hanya bisa bermurah hati / mengampuni dosa seseorang, karena Kristus telah memikul hukuman orang itu.

 Maz 103:10 – “Tidak dilakukanNya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita”.

 Kalau ayat ini dipisahkan dari penebusan Kristus, maka ayat ini menunjukkan bahwa Allah itu tidak adil. Kalau Allah itu adil, Ia harus menghukum setimpal dengan dosa / kesalahan orang itu.

   Tetapi dengan adanya penebusan Kristus, maka Allah bisa melakukan hal itu terhadap orang-orang yang percaya kepada Kristus, dan Ia tetap adil. Karena apa? Karena hukuman tetap dijatuhkan, tetapi dipikul oleh Kristus, yang tidak lain adalah Allah sendiri. Kalau Ia memberikan hukuman itu kepada orang / makhluk lain, misalnya kepada malaikat, maka Ia tidak adil. Tetapi kalau Ia sendiri yang memikul hukuman itu, tidak ada orang yang berhak menyalahkan Dia.

 Kesimpulan:

   Penebusan Kristus mutlak harus ada dan diterima oleh seseorang kalau ia ingin diselamatkan / masuk surga.

   Iman yang sejati pasti menyebabkan perubahan hidup ke arah yang positif.

  Pertanyaan yang sering ditujukan kepada orang kristen yang mempercayai keselamatan hanya oleh iman, adalah: bagaimana kalau seseorang percaya kepada Kristus, lalu ia sengaja terus hidup dalam dosa?

   Jawabannya mudah sekali: itu tidak mungkin bisa terjadi.   

   Mengapa? Karena iman yang sejati / sungguh-sungguh pasti diikuti oleh pertobatan dari dosa / perubahan hidup (Yak 2:17,26). Mengapa demikian? Karena orang yang betul-betul percaya kepada Yesus, pasti menerima Roh Kudus (Ef 1:13-14), yang merupakan Pribadi ketiga dari Allah Tritunggal, dan Roh Kudus itu akan menguduskan / menyucikan hidup orang itu (Gal 5:22-23), kalau perlu dengan menghajarnya (Ibr 12:5-11).

 Kalau ada orang yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang percaya, tetapi hidupnya tidak berubah, maka itu menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai Roh Kudus. Dan kalau ia tidak mem­punyai Roh Kudus, itu berarti ia belum percaya.

 Sekalipun iman yang sejati pasti diikuti oleh adanya ketaatan / perbuatan baik / pengudusan, tetapi yang menyebabkan kita diselamatkan adalah imannya, dan sama sekali bukan perbuatan baiknya.

 Illustrasi:

sakit ® obat ® sembuh ® olah raga / bekerja

dosa ® iman ® selamat ® taat / berbuat baik

   Apa yang menyebabkan sembuh? Tentu saja obat, bukan olah raga / bekerja. Olah raga / bekerja hanya merupakan bukti bahwa orang itu sudah sembuh. Karena itu kalau seseorang berkata bahwa ia sudah minum obat dan sudah sembuh, tetapi ia tetap tidak bisa berolah raga / bekerja, maka pasti ada yang salah dengan obatnya.

   Demikian juga dengan orang berdosa. Ia selamat karena iman, bukan karena perbuatan baik. Tetapi kalau seseorang berkata bahwa ia sudah beriman dan sudah selamat, tetapi dalam hidupnya sama sekali tidak ada perbuatan baik / ketaatan, maka pasti ada yang salah dengan imannya.

 Untuk memperjelas perbedaan antara keselamatan oleh perbuatan baik dan keselamatan oleh iman saja, di sini saya akan menceritakan sebagian kehidupan dari Martin Luther (tokoh Reformasi), khususnya bagaimana ia menemukan keselamatan oleh iman saja.

 Pada waktu Martin Luther menjadi seorang biarawan dalam Gereja Roma Katolik, ia berusaha mati-matian untuk hidup sesuai dengan ajaran gereja Katolik pada waktu itu, yang memang menekankan keselamatan karena perbuatan baik.

   Ia berusaha untuk mendapatkan keselamatan melalui usahanya sendiri dengan membuang dosa, berbuat baik, dsb.  

   Tetapi ia tidak pernah merasakan damai, sukacita atau ketenangan. Ia terus-menerus dihantui oleh perasaan berdosa yang luar biasa hebatnya, dan pemikiran tentang Allah yang suci, adil, bahkan bengis sangat menakutkan baginya.

 “Jika pernah ada seorang biarawan yang tulus dan sungguh-sungguh, maka itu adalah Martin Luther. Motivasi satu-satunya adalah perhatian untuk keselamatannya. Untuk tujuan tertinggi ini ia mengorbankan harapan terbaik hidupnya. Ia mati terhadap dunia, dan rela dikubur terhadap pandangan manusia supaya ia bisa mendapatkan hidup yang kekal. Penentang-penentangnya, yang mengenalnya di biara, tidak mempunyai tuduhan terhadap karakter moralnya kecuali dalam hal kesombongan tertentu dan kesukaannya melawan, dan ia sendiri mengeluh tentang pencobaan-pencobaan yang ia alami terhadap kemarahan dan iri hati)” – ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 113-114.

 “Ia mengucapkan 25 x doa Bapa Kami dengan Salam Maria dalam setiap dari 7 jam doa yang ditetapkan. Ia berbakti kepada Perawan yang Kudus … Ia mengaku dosa secara rutin kepada imam / pastor sedikitnya sekali seminggu. Pada saat yang sama suatu copy Alkitab Latin yang lengkap ada di tangannya untuk dipelajari, … Pada akhir dari tahun percobaan Luther berjanji dengan khidmat / sungguh-sungguh untuk hidup sampai mati dalam kemiskinan dan kesederhanaan / kesucian menurut peraturan-peraturan bapa kudus Agustinus, taat kepada Allah yang mahakuasa, kepada Perawan Maria, dan kepada kepala biara. … Perhatiannya yang terutama adalah untuk menjadi orang suci dan mendapatkan tempat di surga. ‘Jika ada,’ katanya belakangan, ‘seorang biarawan mencapai surga melalui kebiarawanan, Aku sudah sampai di sana’. Ia menjalankan disiplin dengan sangat terperinci. Tidak seorangpun melampaui dia dalam doa, puasa, jaga malam (?), mematikan diri sendiri].”

 – ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 115-116.

 Pertobatan Martin Luther:

 Seorang biarawan tua menghibur Luther dalam kesedihan dan keputus-asaannya, dan mengingatkan dia tentang kata-kata Paulus bahwa orang berdosa dibenarkan oleh kasih karunia melalui iman. Juga Johann von Staupitz, yang adalah teman baik, sekaligus penasehat dan bapa rohani Luther, mengarahkan Luther dari dosa-dosanya kepada apa yang Kristus lakukan di kayu salib, dari hukum Taurat kepada salib, dan usaha berbuat baik kepada iman. Ia juga yang mendorong Luther untuk belajar Kitab Suci. Melalui bantuan biarawan tua dan Staupitz, dan khususnya melalui penyelidikannya terhadap surat-surat Paulus, perlahan-lahan Luther sadar bahwa orang berdosa bisa dibenarkan bukan karena mentaati hukum, tetapi hanya karena iman kepada Yesus Kristus.

   Ia merenungkan siang dan malam tentang arti dari ‘kebenaran Allah’ (Ro 1:17), dan mengira bahwa itu adalah hukuman yang adil terhadap orang-orang berdosa; tetapi menjelang akhir dari kehidupan biaranya ia sampai pada kesimpulan bahwa itu adalah kebenaran yang Allah berikan dengan cuma-cuma dalam Kristus kepada mereka yang percaya kepadaNya. Kebenaran tidak didapatkan oleh manusia melalui usaha dan kebaikan / jasanya sendiri; kebenaran itu lengkap dan sempurna dalam Kristus, dan semua yang harus dilakukan oleh orang berdosa adalah menerimanya dari Dia sebagai pemberian cuma-cuma] – ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 122.

 Catatan: Ro 1:17 – “Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman.’”.

  Cerita tentang pertobatannya agak simpang siur, dan sukar dipastikan kapan persisnya ia sungguh-sungguh bertobat dan diselamatkan. Pengertiannya dan kepercayaannya akan keselamatan / pembenaran karena iman yang diajarkan oleh Ro 1:17 itupun melalui pergumulan hebat dan cukup lama. Karena itu, pada tahun 1510, sekalipun ia sudah tahu tentang pembenaran karena iman, tetapi karena ia belum betul-betul mantap dalam hal itu, maka ia masih melakukan ziarah / perjalanan agama (pilgrimage) ke Roma. Ia berharap untuk bisa mendapatkan penghiburan untuk jiwanya dengan melakukan perjalanan ini.

   “Dengan menggunakan lututnya ia menaiki 28 anak tangga dari Scala Santa yang terkenal (dikatakan bahwa Scala Santa itu telah dipindahkan dari Ruang Pengadilan Pontius Pilatus di Yerusalem), supaya ia bisa memastikan pengampunan dosa yang dicantelkan pada pelaksanaan pertapaannya sejak jaman Paus Leo IV pada tahun 850, tetapi pada setiap langkah kata-kata Kitab Suci terngiang di telinganya sebagai suatu protes: ‘Orang benar akan hidup oleh iman’ (Ro 1:17). Jadi, pada puncak dari kebaktian keagamaannya ia meragukan kemujarabannya dalam memberikan damai pada hati nurani yang kacau].”

   – ‘History of the Christian Church’, vol VII, hal 129.

 Tetapi, setelah ia betul-betul mengerti dan percaya, maka kegagalannya dalam mencapai ‘keselamatan / pembenaran melalui perbuatan baik’, dan pengalamannya dalam mendapatkan ‘keselamatan / pembenaran karena iman’, menyebabkan ia sangat membenci doktrin ‘keselamatan karena perbuatan baik’. Ia berkata:

   “Ajaran sesat yang paling terkutuk dan jahat / merusak yang pernah menggoda pikiran manusia adalah gagasan bahwa entah bagaimana ia bisa membuat dirinya sendiri cukup baik sehingga layak untuk hidup dengan Allah yang mahasuci).”

     – Dr. D. James Kennedy, ‘Evangelism Explosion’, hal 31-32.

 Penutup / kesimpulan.

   Agama Yahudi sama sekali tidak sama dengan kristen, dan bahkan bisa disebut sebagai anti kristen. Karena itu, kalau orang-orang Yahudi itu tidak mau bertobat dan percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan, mereka akan dibinasakan dalam neraka. Tetapi ingat bahwa ini bukan hanya berlaku untuk mereka, tetapi juga untuk semua orang dari bangsa manapun.

 

-AMIN-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IBADAH MEMASUKI RUMAH BARU

LYRIC LAGU (2)

WAKTU TUHAN PASTI YANG TERBAIK.