Disajikan Oleh: Pdt. H.M. Siagian.
Seorang wanita cantik yang
berkuliah disebuah Universitas (di Amerika Serikat) dihadapan seorang konselor untuk masalah
keluarga pernah memberi komentar sebagai berikut: “Di awal usia
dua puluhan, kami tidak ingin
mengikatkan diri secara seksual dengan pasangan tunggal dan membatasi
diri pada satu orang itu saja , dan saya tidak akan menjadi bagian dari
pernikahan,”, katanya.
Mengapa pendapat ini sampai muncul
dalam pikiran mahasiswi tersebut?.
Rupanya dia telah menyaksikan apa yang terjadi pada pernikahan orang
tuanya maupun dari pernikahan orang lain, tidak harmonis dan berakhir dengan
perceraian dan dia tidak senang dengan apa yang dia saksikan itu.
Jadi nampaknya dia menganggap bahwa
HUBUNGAN DILUAR NIKAH ITU tidaklah menjadi masalah.
Saudaraku,
Perlu kita ketahui bahwa “hubungan
diluar nikah” itu, tidak ada komitment. Pernikahan -- adalah merupakan
sebuah kesempatan istimewa. Suatu
pernikahan yang baik perlu diupayakan, di usahakan dan tugas itu tentu tidak
pernah selesai selama hayat dikandung badan.
Bilamana Anda mau menggunakan waktu dan usaha untuk menciptakan suatu
pernikahan yang baik maka hasilnya sangat luar biasa dan membawa kebahagiaan bagi
kedua pasangan.
PERNIKAHAN IDEAL SELALU MELIBATKAN DUA ORANG (SUAMI-ISTERI)
Kita mungkin mengira setelah kita
jatuh cinta kepada seseorang, kemudian menikah kita mengira bahwa tugas kita
sudah selesai. Kita cendrung merasa
bahwa segalanya akan berlangsung dengan sendirinya. Padahal pernikahan yang sukses itu tidak
datang secara spontan ataupun secara kebetulan,
Pernikahan yang bahagia, atau
pernikahan yang ideal selalu melibatkan
dua orang(yakni suami dan isteri) yang
menyelesaikan kesulitan-kesulitan kecil maupun yang besar bilamana hal-hal itu
terjadi dalam rumah tangga. Untuk menggambarkan pertumbuhan
dalam sebuah hubungan pernikahan, seorang ahli filsafat bernama PLATO
menggunakan sebuah tangga yang memiliki
dua batang dimana dua batang tangga ini
melambangkan suami dan istri, sedangkan setiap anak tangga(janjang)
mengibaratkan sesuatu yang merekatkan dan mengikat mereka bersama dalam suatu
persahabatan yang tak terpisahkan.
Anak tangga terbawah adalah
melambangkan penarikan fisik, sedangkan anak tangga teratas adalah melambangkan
kasih yang murni akan Allah. Setiap
janjang pada tangga itu bergantung pada janjang-janjang yang lain, dengan
demikian semuanya menjadi penting demi memelihara keutuhan tangga pernikahan
dengan seutuhnya.
Dalam firman Tuhan di Kejadian 2:24 terdapat kata-kata: “Sehingga keduanya
menjadi satu daging”. Ini adalah sebuah
ungkapan yang menunjukkan tujuan tertinggi dalam pernikahan karena pernikahan
berarti adalah terpautnya cinta yang mencakup seluruh aspek kehidupan kita:
fisik, emosi, intelektual dan spiritual.
PERNIKAHAN BERMASALAH MEMERLUKAN
BANTUAN
Ternyata banyak pasangan suami-istri yang merasa ragu untuk
meminta nasihat apabila rumah tangga mereka menghadapi masalah. Kenapa?
Karena mereka beranggapan bahwa
secara rohani mereka sudah gagal kalau harus mengakui adanya masalah
dalam rumah tangga mereka. Padahal jika
pasangan itu langsung mendapatkan pertolongan terhadap pernikahan mereka yang
bermasalah niscaya mereka dapat menghindari banyak kepedihan yang tidak perlu
mereka alami.
Penyebab lainnya mengapa keluarga
yang bermasalah tidak mau meminta nasihat atau bantuan kepada seorang yang profesional dalam hal masalah
keluarga atau dengan pendeta karena mungkin mereka khawatir kalau pengalaman
pribadi mereka yang diungkapkan secara
rahasia bisa bocor kepada orang lain atau bahkan menjadi contoh ilustrasi dalam
khotbah. Itulah sebabnya organisasi-organisasi keagamaan seharusnya
menyediakan program pendidikan rumah tangga berkelanjutan untuk semua kelompok
usia dewasa.
Pada
umumnya pasangan perlu membangun hubungan antar pribadi dan kecakapan
berkomunikasi yang lebih baik, namun
pengaruh kehidupan rohani adalah kunci yang penting bagi suatu pernikahan yang
bahagia seutuhnya.
Dr. David Mace ,seorang konselor
pernikahan yang terkenal menyatakan bahwa “Tidak ada pernikahan yang tidak
berbahagia, yang ada hanya pasangan-pasangan pernikahan yang tidak
dewasa”. Jika pasangan-pasangan itu
bisa menumbuhkan sikap yang lebih dewasa maka semua bidang dari hubungan mereka
itu akan menjadi lebih baik. Sesungguhnya,
perjalanan menuju pernikahan yang bahagia seutuhnya adalah perjalanan dari
kekanak-kanakan menuju kedewasaan pribadi.
FAKTOR-FAKTOR PENYUMBANG TINGKAT PERCERAIAN.
Dewasa ini ada masyarakat yang
cendrung menerima perceraian. Ada
beberapa faktor penyumbang yang membuat tingkat perceraian bertambah antara
lain :
1. Proses yang mudah :
Ada sebuah iklan
di sebuah surat kabar di Amerika Serikat yang berbunyi: “Bercerai hanya dengan
biaya $ 70. Silahkan hubungi nomor
telpon bebas pulsa kami”. Jadi proses
perceraian itu begitu mudah.
2. Kemunduran dalam kehidupan keluarga.
Sekarang ini
sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan maka rumah sudah berubah menjadi
sebagai terminal di mana anggota-anggota keluarga datang dan pergi dengan
begitu singkat , sibuk untuk melakukan tujuan masing-masing.
3. Pernikahan dini dan kurangnya persiapan serta
pendidikan untuk pernikahan dapat juga menambah tingginya tingkat
perceraian. Pernikahan
tampaknya begitu alami sehingga kita
menganggap seseorang bisa saja berhasil sebagai pasangan pernikahan
tanpa pendidikan khusus.
4. Kemunduran dalam kehidupan rohani.
Banyak orang
mencoba untuk hidup seakan tidak ada prinsip atau kebenaran yang harus
dituruti. Keraguan, frustrasi dan
keputusasaan memenuhi pikiran mereka, lalu mereka berpaling pada
pengganti-pengganti yang negatif dalam upaya sia-sia untuk menemukan makna
kehidupan. Narkoba, seks
bebas, ilmu gaib menjadi kegiatan yang tiada hentinya yang mereka kejar dalam
upaya untuk mengisi kehampaan dan kesepian dalam hidup mereka.
PERCERAIAN hanya memecahkan sedikit
masalah tetapi menimbulkan banyak masalah. Perceraian itu menyebabkan sakit hati, kesepian dan merasa diri
gagal. Kalau perceraian itu dijadikan
sebagai obat untuk mengatasi pernikahan yang sakit, maka seringkali obat itu
justru membuat penyakit makin PARAH.
Saudaraku,…cegahlah pemikiran tentang bercerai dari benak Anda dan jangan
pernah menjadikannya sebagai suatu ANCAMAN terhadap pasangan Anda.
Dalam banyak kasus, suami maupun
istri, menjadi makin buruk keadaannya setelah memutuskan hubungan mereka
ketimbang sebelumnya.
Kita semua mengharapkan sebuah
keluarga yang bahagia, akrab, tertib dan teratur seperti kata salah seorang
penulis, “Sebuah keluarga yang tertib dan teratur berbicara lebih banyak
ketimbang semua pembicaraan yang dapat dikhotbahkan”.
Kiranya keluarga kita tetapi utuh. Tuhan memberkati!.
Komentar
Posting Komentar